Sabtu, 29 Oktober 2011

Cogito Ergo Sum

Descartes berpendapat "cogito ergo sum" atau "aku berpikir maka aku ada". Sangat filosofis memang. Manusia diciptakan Tuhan, bagiku Allah swt, pasti memiliki tujuan. Muslim ataupun bukan, para penganut agama akan meyakini bahwa kehidupan ini semu dan hanya tempat singgah sementara. Rumah abadi dan nyata adalah justru alam setelah kematian, yang sebenarnya awal dari hidup itu sendiri.

Dulu pertama kali film "Matrix" muncul, aku hanya menikmati kecanggihan CGI dan alur ceritanya yang menarik. Beberapa waktu yang lalu aku mencoba menontonnya lagi. Ada banyak hal yang dulu aku lewatkan atau bahkan tidak peduli. Matrix ternyata sangat filosofis. Aku semakin memperhatikan setiap dialog dan semua kode dan tanda yang ada disana.



"Let me tell you why you are here. You have come because you know something. What you know you can't explain but you feel it. You've felt it your whole life, felt that something is wrong with the world. You don't know what, but it's there like a splinter in your mind, driving you mad. It is this feeling that brought you to me. Do you know what I'm talking about?"

Pertanyaan Morpheus terhadap Neo mengandung maksud dan makna filosofis yang dalam. Morpheus kemungkinan bicara mengenai "The Thruth" atau kebenaran. Sayangnya kebenaran tersebut bersifat relatif. Kebenaran yang dimaksud mungkin sebuah kebenaran yang absolut dan mutlak, sebuah kebenaran yang ada dalam diri kita jauh sebelum kita ada. Kebenaran selalu ada bersama kita hanya kita tidak mengenali bentuk kebenaran tersebut.

"That you are a slave, Neo. Like everyone else, you were born into bondage, kept inside a prison that you cannot smell, taste, or touch. A prison for your mind."

Manusia merupakan tahanan dari pemikirannya sendiri. Rasa takut, marah, cemburu, bahagia atau emosi apapun terkadang membuat seseorang tidak bisa bergerak atau melangkah. Logikanya terkungkung oleh aturan, norma dan nilai. Mereka yang lebih peduli dengan pendapat orang lain kemudian menjadi lebih cemas karena kuatir tidak seperti yang orang-orang harapkan, maka identitasnya perlahan memudar dan menghilang. Dia ada tetapi tiada. Jati dirinya bukan milik dirinya lagi tapi milik mereka yang menilainya, sehingga sampai kapanpun dia menjadi tahanan bagi dirinya sendiri.

Tidak salah memang untuk mendengarkan pendapat orang lain mengenai hidup kita, akan tetapi kitalah yang memiliki peranan penting dalam hidup kita sendiri. Adalah kita yang menentukan kemana arah hidup itu akan dijalani, jika ada mereka yang memberi pendapat bukan berarti kita sepenuhnya menerima atau menolak. Bagaimanapun orang lain hanya memberikan masukan tetapi keputusan ada pada tangan kita pribadi.

2 komentar:

  1. tapi tetep detective connan nomor satu

    BalasHapus
  2. hha iya deh darl,
    conan itu kan imajinasi, klo mau conan ada kmu jd conan aj by, mau?

    BalasHapus