Selasa, 15 November 2011

Istilah-istilah itu...

Minatku selalu berbeda dengan orang-orang kebanyakan dimana aku dulu biasa bergabung. Aku yang liar dan sulit di atur, kemudian aku semakin menyadari betapa aku sangat "anti kemapanan" alias kurang betah dengan zona aman. Minatku pada dunia sastra dan budaya membuatku semakin "berbeda" dengan mereka. Kawan-kawanku lebih memilih dunia sains sebagai fokus akademiknya. Sangat bagus dan tidaklah salah, tetapi bukan berarti duniaku itu salah dan tidak berguna dibanding mereka. Aku yakin ilmu berasal dari akar yang sama, dan yang membedakannya hanya objek konsentrasinya saja. Berilmu untuk kebaikan apa yang salah?

Beberapa kali aku mendengar mereka mengutip suatu istilah dan salah mendefinisikannya. Aku tidak banyak bicara, pada awalnya, tetapi lama kelamaan semua semakin tidak jelas karena mereka hanya mengetahui istilah tersebut dari permukaan saja, itu pun salah pada beberapa bagian.

Istilah yang selalu disebut dan disalah artikan adalah 'feminis', 'feminisme', 'marxis' dan 'golongan kiri'. Terkadang aku kasihan pada mereka karena apa yang mereka tahu itu hanya sebagian kecil yang sangat disalah pahami. Memang tidak ada ideologi atau pemikiran yang benar jika diperbandingkan dengan agama, sehingga pemikiran apapun akan kalah dengan dogma agama. Aku hanya mencoba membuka diri untuk memahaminya dan mencoba menjelaskan dengan lebih baik.

Beberapa dari mereka sangat tidak menyukai kaum feminis karena dianggapnya tidak menyadari kodrat. Mencoba menjadi netral, aku menerima pemikiran mereka yang masih belum berdasar. Mereka mengatakan bahwa para feminis itu tidak menyadari kodrat mereka sebagai perempuan dan betapa agama (dalam hal ini Islam) sangat mencintai perempuan. Islam bermaksud melindungi bahkan mengangkat derajat perempuan, sehingga seharusnya mereka mengikuti ajaran Islam dengan baik. Aku sepakat bahwa agamaku (Islam) itu sangat indah dan menjunjung martabat perempuan, tetapi yang membuatnya menjadi mengerikan adalah bagaimana keindahan tersebut disebarkan. Mereka lebih suka menilai dari luar tanpa terlebih dahulu bertanya.

Pada akhirnya mencoba jalan tengah untuk memahami kedua belah pihak. Kawan-kawanku tersayang itu tidak pernah merasakan ketertindasan, baik secara fisik ataupun mental, sebagaimana teman-temanku yang lain pernah mengalaminya, meski sebenarnya para feminis Indonesia juga berbeda dengan feminis asing. Kawan-kawanku tidak pernah merasakan teralienasi dari diri mereka sendiri atas aturan yang diterapkan terhadap dirinya sebagai perempuan. Mereka mengatakan bahwa aktifis feminis itu menganggap Islam mengekang mereka. Padahal ada satu bagian yang mereka lupa. Mereka tidak tahu dengan pasti apa yang dimaksud dengan feminisme itu sendiri.

Feminisme merupakan sebuah gerakan perempuan yang mencintai perempuan, bukan sebagai homoseksual meskipun kemudian muncul hal tersebut karena alasan politis (sexual politics). Jika mengacu pada makna ini, maka Islam sangat feminis. Bukankah Rasulullah saw pernah membantu Aisyah mencuci pakaian dan mengasuh anak dan cucunya? Bukankah beliau selalu meminta perempuan untuk dijaga dengan baik layaknya permata dan tidak ingin menyusahkannya? Dr. Nasaruddin Umar, dalam bukunya mengatakan bahwa semakin dekat Islam dengan Rasulullah maka semakin feminis, dan semakin jauh Islam dengan Islam maka semakin misoginis. Tapi setiap orang bisa berpandangan berbeda, dan itu sebuah kebebasan untuk memilih.

Apalagi kalau ada yang mendiskusikan marxisme, komunisme dan golongan kiri. Entah mengapa aku merasa pemahaman mereka sangat dangkal dan hanya merujuk pada sesuatu yang mungkin belum jelas. Bukan berarti aku membela dan merupakan bagian dari marxis, komunis ataupun golongan kiri, tetapi aku ingin meluruskan dan menetapkan posisiku sebagai netral. Aku melakukan seperti ini dengan maksud menengahi mereka yang saling tidak memahami, tetapi jika maksudku disalah pahami aku pun tidak keberatan karena (lagi) itu adalah kebebasan semua orang untuk memilih.

Satu hal yang aku sepakat dengan kawan-kawanku itu adalah tidak ada ideologi yang lebih sempurna selain agama (Islam), tetapi bukan berarti tidak menghindari ideologi-ideologi yang ada sebab mau tidak mau ideologi tersebut telah berkembang pesat. Jadi daripada kita menghindari sesuatu yang tidak mungkin, ada lebih baiknya kita mencoba melihat apa yang dimaksud dan bersikap bijak sehingga konsep bahwa Islam itu indah & cinta damai dapat tercapai. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar