Alat transportasi menjadi suatu kebutuhan primer bagi masyarakat
perkotaan maupun pedalaman karena
fungsinya yang mampu memindahkan, menggerakkan, mengangkut baik barang maupun
orang dari satu tempat ke tempat lainnya. Berbagai pilihan alat transportasi
muncul demi keamanan, kenyamanan, kecepatan serta murah, dan salah satu
diantaranya adalah becak.
Becak merupakan alat transportasi khas Asia, artinya
tidak hanya ada di Indonesia tetapi juga di sebagian negara Asia dengan beragam
bentuknya. Jika mengamati sejarah kemunculannya, becak telah banyak dikenal
masyarakat Jepang dan China dengan nama yang berbeda. Jinrikishi dan ricksaw
adalah dua sebutan untuk alat transportasi yang pada masanya ditarik oleh
manusia. Akan tetapi keberadaannya di dua negara tersebut sudah tidak terlihat
lagi. India, Pakistan dan Bangladesh masih menggunakan becak dengan bayak
ragamnya, sebagai alat transportasi sebagaimana di Indonesia.
Di Indonesia saja jenis becak dapat beragam dan masih terdapat beberapa daerah yang masih menggunakannya sebagai alat transportasi. Jenis dan bentuk becak dapat beragam bergantung pada lokasi dimana becak tersebut dijadikan alat transportasi. Letak pengayuh becak yang berbeda ternyata dapat menjadi sebuah representasi dari budaya dimana becak tersebut berada. Becak dengan pengayuhnya di belakang lazim ditemukan di Pulau Jawa dapat dapat berkaitan erat dengan dengan sejarah Indonesia tempo dulu, yang mencerminkan sikap dari penjajah dan terjajah atau tuan dan hamba. Namun sekarang itu mungkin dianggap biasa. Sementara becak dengan pengayuhnya berada di bagian samping lazim ditemukan di Sumatra yang juga dapat merepresentasikan hubungan dengan ikatan kekerabatan atau persaudaraan dimana semua sejajar, seperti halnya “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah”. Becak bahkan dapat menjadi “icon” atau tanda dari sebuah negara, dimana suatu negara bisa dikenal masih menjaga dan melestarikan becak sebagai alat transportasi yang masih tradisional. Masyarakat Thailand masih menjaga dan melestarikan becak sebagai alat transportasinya dan becak sangat di gemari oleh masyarakat sekitar.
Meskipun demikian, becak pada saat ini di larang melalui sebuah Peraturan Daerah (Perda) Daerah Bebas Becak. Alasan yang dijadikan faktor utama dalam pelarangan tersebut adalah hak asasi manusia dan demi menjaga ketertiban umum. Perda tersebut pada dasarnya melarang pengoperasian becak di lokasi-lokasi tertentu, misalnya di jalan-jalan protokol, karena dapat menyebabkan kemacetan. Di Jakarta, misalnya, Perda ini dikenal dengan nama Perda 11/1988, dan telah lama diberlakukan, menjadikan gelandangan, pengemis, asongan, pak ogah, joki three in one, becak, PKL, WTS dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya sebagai prioritas sasaran.1
Demi alasan menjaga hak asasi manusia yang melarang terjadinya eksploitasi manusia terhadap manusia, maka seharusnya pemerintah melihat pula bahwa dalam hak asasi manusia tersebut terdapat hak ekonomi sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 20052 dimana masyarakat bebas menentukan nasibnya dengan usaha dan ekonomi yang dipilihnya sendiri, hak atas jaminan sosial, hak untuk mendapatkan taraf hidup yang layak, hal atas pendidikan dan lainnya. Sementara mengenai ketertiban umum, pemerintah pusat menyerahkannya kepada pemerintah daerah masing-masing. Di kota Bandung, misalnya, terdapat sebuah Perda No. 3 tahun 2005 yang mengatur penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan.3
Pemerintah daerah seharusnya berpikir lebih cermat ketika akan memberlakukan peraturan tersebut. Becak, meskipun lamban, justru memiliki beberapa keunggulan sebagai alat transportasi serta mampu menjadi moda untuk pariswisata. Becak tidak menimbulkan polusi sebagaimana alat transportasi lain seperti sepeda motor dan mobil; tidak perlu mengisi bahan bakar sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar; memberikan lapangan pekerjaan bagi para pengangguran terkecuali tanpa harus memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi) layaknya kendaraan bermotor lainnya; pun membuat para wisatawan merasa nyaman dan secara langsung merasakan nuansa khas lokal.
Bagaimanapun selaku pemegang kebijakan, pemerintah dapat mengkaji ulang penetapan peraturan tersebut sehingga berkurang juga beban masalah yang harus diatasinya. Bersumber pada alasan di atas, pemerintah dapat melokalisasi daerah operasional becak. Sebagaimana pula pemerintah di daerah Pacitan4 yang mengizinkan becak tetap beroperasi sebagai alat transportasi pariwisata sehingga hanya berada di kawasan objek wisata saja. Dengan demikian, pemerintah akan berpihak kepada masyarakat karena telah membantu mereka melakukan pemenuhan hak ekonomi.
Terlebih lagi, lingkungan dapat terbebas dari polusi udara dan suara serta mengurangi konsumsi bahan bahar fosil. Mereka yang menggunakan becak mampu menikmati perjalanan dan pemandangan secara langsung menyatu dengan alam atau lingkungan sekitar. Terlebih dapat merasakan udara segar sehingga mengurangi dampak efek rumah kaca yang merusak ozon melalui penggunaan freon yang terdapat dalam komponen pendingin udara. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah menjadikan becak sebagai sarana transportasi wisata sehingga dapat memberikan solusi kepada kedua belah pihak.
Sumber
2. www.bpkp.go.id/uu
mengenai UU RI No 11 tahun 2005 Tentang Pengesahan international covenant on economic, Social and cultural rights
(kovenan internasional Tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar