Kamis, 28 Juli 2011

Psyche [4]


Berjalan perlahan, menatap langit memerah kala senja. Mendengar bisik lirih angin mengucap salam pada langit yang mulai pamit. Bulir hangat jatuh perlahan, mengusap keringnya pipi dengan kelembaban. Helaan nafas panjang, terasa ada perih yang menyayat dalam hati. Luka yang butuhkan lama waktu untuk pulih. Bahkan, pulih pun menjadi hal yang mustahil terjadi. Gin, biarkan waktu yang sembuhkan lukamu. Tapi lukaku itu mungkin tidak akan pernah sembuh. Tidak jika kamu selalu berkata tidak pernah.

Aku dan langkahku. Berjalan gontai kadang tersaruk, mencoba menetralkan suasana hati. Diam dalam keributan, karena bibirku tidak mengeluarkan suara tapi pikir dan hatiku begitu gaduh. Semakin gaduh dengan kebisingan sekeliling. Aku selalu ada menemanimu, jika kau merasa aku membuatmu bising maka aku akan diam. Jangan. Aku membutuhkanmu untuk tetap membuatku waras. Kenapa kau begitu peduli dengan orang yang bahkan tidak pernah peduli padamu? Entahlah. Itu karena kau terlalu baik. Berhentilah menjadi baik sekali waktu. Duniaku terkadang berputar lebih cepat dan terkadang berjalan lebih lambat, tetapi jam tubuhku selalu sama. Semua bergantung pada caramu bersikap, Gin.

Semua tentangku hanya untuk membuatku merasa lebih baik, hanya ada aku untuk diriku sendiri. Tak ada yang mau merepotkan dirinya untuk duduk dan sekadar mendengarkan aku. Aku mendengarmu meski kau terdiam. Mereka semua hanya ingin bercerita tentang masalah mereka sendiri, sehingga aku lupakan apa yang membebaniku. Berbicara dan berceritalah padaku. Aku lebih sibuk dengan apa yang menjadi beban di pundak semua orang, karena aku pikir lukaku dan semua sedihku akan pergi. Tapi pada kenyataannya semua itu tidak mau pergi, bukan? Entahlah.

Ketika keramaian perlahan memudar, perlahan kembali seperti semula, hanya ada aku. Dan kita. Kembali sendiri dengan semua tentangku. Tentang kita, Gin. Dalam keheningan itu justru kau begitu gaduh, berisik dan menuduh-nuduh. Aku begitu karena hanya aku yang mengerti ssemua tentangmu. Ini memang hanya sebuah kisah tentang hidupku yang membosankan. Tapi kisahmu baru dimulai saat kau membuka hatimu untuk Nail. Begitu datar tanpa ada sedikit pun kejutan, semua begitu dingin. Nail yang akan memberikan banyak kejutan dan menghangatkan duniamu.

Setiap aku melangkah, aku tahu arah langkah itu tetapi rasanya aku diseret mengikutinya, bukan dengan atas kehendak hati sendiri. Ya aku tahu. Ada yang menyeretku ke sana. Suatu Kuasa di atasku, di atas kita. Menenggelamkan diri dalam berbagai kesibukan yang satu demi satu menelanku. Tetapi duniamu masih tetap redup. Membuatku lupa dengan siapa diriku sebenarnya. Aku yang akan ingatkan siapa dirimu.

Langkah ini benar justru sangat benar karena aku dianggap orang pilihan ketika mampu memikul tanggung jawab ini. Hey, bukankah itu karena kau yang membiarkannya terjadi? Tahun demi tahun aku masih menikmati dan terus menikmati. Tetapi ketika setiap kesibukan itu selalu menuntut dan mengarah pada kesibukan lainnya, tubuhmu mulai protes. Ya otakku pun sering panas dan hatiku menjadi tidak sabaran. Hahaha sangat tidak sabaran.

Lelah dan semakin lelah, ketika aku bicarakan apa yang aku rasakan, semua hanya menepuk pundakku dan selalu mengatakan bahwa aku adalah orang pilihan sehingga seharusnya aku bersyukur telah memperoleh semua itu. Ya, ya. Aku bersyukur hanya saja aku sudah mulai merasa jenuh. Perlahan ada rasa kesal yang memuncak, sedikit-sedikit semua menggumpal seperti sebuah bola salju yang siap menggelinding di saat yang tepat. Sebuah bola yang pasti akan semakin besar dan tidak lagi dapat kau kendalikan. Aku tidak pernah membenci semua ini, hanya merasa sesak, merasa aku tertelan oleh semua aktifitas. Sepenuhnya aku mengerti. Semua hanya menjadi sekadar rutinitas belaka. Kau tidak ada bedanya dengan sebuah robot yang diprogram untuk melakukan semua pekerjaan. Ya dan aku lelah.

Usiaku tidak lagi muda, tubuhku juga tidak lagi seperti dulu. Kau memiliki Nail sekarang, dia sangat peduli padamu. Dia tidak pernah mempermasalahkan semua itu. Rasa sakit yang dulu masih bisa kupermainkan, sekarang mulai mempermainkanku. Dia selalu mendukung dan menguatkanmu. Perasaanku tentang berbagai hal yang indah dan berbau cinta sudah sangat lama dipendam. Tidak mungkin untuk menggalinya lagi, mati rasa sudah. Kau mencintai Nail. Wajahku tersenyum demi kesenangan orang-orang sekitarku, suara lembutku hanya demi menyenangkan mereka yang sedang merasa gundah. Aku bahkan sering lupa seperti apa senyum yang sebenarnya. Nail tulus padamu

Sering aku berpikir bahwa aku tidak pernah meminta semua yang terjadi padaku...Ini pelajaran hidup. Ya aku tahu benar bahwa selalu ada pelajaran berharga di balik semua itu. Hanya saja… ya hanya saja aku merasa masih enggan untuk menelaah dan menafsir semua itu. Aku tahu semua kerja keras ini tidak boleh diiringi dengan gerutuan yang akhirnya membuat semuanya menjadi sia-sia. Buka lagi hatimu untuk Nail, biarkan cinta dan ketulusannya membuatmu merasa lebih baik

Pada kenyataannya aku takut dengan dunia ini. Ada kami bersamamu, aku dan Nail.

2 komentar:

  1. yang dibaca hanya depan daaaannnnn lgsg ke belakang (bagian aku mencintai Nail... dan.... Aku dan Nail....)

    masih ad ya crita cinta kyak gni....
    saat menjdi sbuah keluarga, kyaknya inilah dunia nyata.... hehehehe.....

    BalasHapus
  2. aku yang dictak miring bukanlah seorang manusia, dan ini bukan kisah cinta. tolong baca dari psyche [1]

    BalasHapus