Sabtu, 04 Agustus 2012

Tablet: Teks Multimodal Gadget Fenomenal


Teknologi yang berkembang semakin pesat dari waktu ke waktu mendorong terjadinya keberlimpahan teks dalam setiap penggunaannya. Kehadiran teks—gambar, ikon, animasi, suara, hyperlinks, bentuk, warna dan ukuran, dsb—dalam fitur-fitur yang muncul di berbagai aplikasi suatu teknologi pada akhirnya akan menuntut kemampuan dan pemahaman si pengguna. Kemampuan yang dibutuhkan tidak hanya dalam membaca setiap teks yang muncul bersamaan melainkan juga memahami dan mengoperasi teknologi tersebut. Hal ini tidaklah rumit bagi orang-orang yang terbiasa menggunakan teknologi dalam setiap aktifitasnya seperti mengoperasikan komputer dan perangkat multimedia, berkirim email, mendengarkan musik melalui MP3 player, mengirim pesan singkat—SMS dan/atau MMS—dengan menyisipkan ikon atau gambar tertentu, atau mengoperasikan perangkat rumah tangga. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasikan semua teknologi tersebut secara bersamaan karena mereka telah menjadi ‘terintegrasi’ dengan teknologi yang digunakannya.


Teks Multimodal
            Teks dapat muncul dalam berbagai bentuk dan tidak harus selalu berupa tulisan yang terdiri dari deretan huruf atau karakter. Kemunculan teks pun tidak hanya terbatas pada buku atau segala sesuatu yang memiliki huruf atau karakter, sebab teks tersebar dan telah menjadi bagian dari kehidupan. Ragam bentuk teks dipengaruhi oleh media yang digunakan serta aktifitas para penggunanya. Keterkaitan tersebut sejalan dengan Mikhail Bakhtin, dalam Francis[1], yang menyatakan bahwa all text are read in the context of a cultural history of textuality-so that a reader or viewer or listener understands a specific text by comparing and contrasting it with her or his experience of all other texts (2005: 1). Apabila dikaitkan pada bentuk teks yang muncul dalam teknologi seperti tablet, pemahaman pengguna pada saat mengoperasikan  media tersebut tentu akan disebabkan oleh informasi atau teknologi manual yang diadaptasi dalam teknologi tersebut.  

Misalnya, penggunaan stylus sebagai pena dalam teknologi layar sentuh merupakan adaptasi terhadap pena dalam penulisan manual. Akan tetapi, terdapat sebuah perangkat yang mengadaptasi teknologi lain secara ‘cultural history of textuality’, yaitu tablet. Perangkat tablet tersebut mengadaptasi ‘clay tablet’—sebuah  media tulis yang terbuat dari lempengan tanah liat yang muncul dan berkembang di kawasan Sumeria, Assyria dan Babylonia.[2] Sehubungan dengan media tulis yang berasal dari tanah liat, maka jenis teks yang dibubuhkan tidak dapat dibuat sebagaimana membuat teks dalam selembar kertas. Dengan demikian jenis dan bentuk teks yang dibubuhkan dalam ‘clay tablet’ cenderung berupa tanda-tanda yang dipahat menggunakan alat pahat atau pisau ukir. Semua unsur—ukuran, bentuk, ketebalan lempengan, ornament—yang terdapat dalam media tulis tersebut kemudian memiliki teks tersendiri dan membutuhkan kemampuan tertentu untuk memahaminya. Baik ukuran maupun bentuk dari ‘clay tablet’ pada masa itu beragam sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Demikian karakteristik ‘clay tablet’ begitu pula peragkat tablet kontemporer mengadaptasinya. Ukuran dan bentuk tablet yang muncul di pasaran sangat beragam dan bergantung pada fungsinya masing-masing. Adaptasi berikutnya adalah tanda-tanda yang dipergunakan berupa tanda mau pun ikon yang cenderung berbentuk kotak sebagaimana tanda dalam ‘clay tablet’. Teks yang ditampilkan pada perangkat tablet kemudian menjadi suatu teks yang multimodal. Dr Chan Yue Weng, seorang pakar linguistik dari SEAMEO Singapura, mengutip Kress dan Van Leeuwen[3] bahwa multimodal texts have more than one mode, such as print and image or print, image, sound and movement. A multimodal text is often a digital text but can be a book, such as picture book, information text or graphic text. Jika demikian maka seluruh bagian dari perangkat tablet tersebut merupakan teks yang membutuhkan suatu cara agar dapat menggunakan perangkat tersebut.
Teks yang multimodal dapat dipahami melalui pembacaan dan pengalaman secara terus menerus sehingga pengguna dapat mengolah teks tersebut dengan mudah. Proses semacam ini diperlukan sebab cara pembacaan teks multimodal dalam bentuk digital berbeda dengan pembacaan teks dalam bentuk buku cetak. Pembacaan terhadap teks pada buku cetak cenderung linear atau satu arah—perhatian pembaca berpusat pada satu teks yang terdiri dari deretan kata. Sementara itu pada teks berbentuk digital pembacaan terjadi secara acak sebab semua teks terpapar dengan bebas dan bergantung pada pengguna untuk ‘membacanya’.

Melek Teknologi = Awas terhadap Teks
            Teknologi selalu memiliki dinamika yang cepat sehingga membutuhkan kemampuan pengguna tidak hanya sebagai ‘stupid user’—sekadar pengguna—tetapi juga sebagai manipulator dari teknologi tersebut.  Keberadaan teks dalam beragam media dapat mempengaruhi cara pembacaannya namun tetap memiliki keterikatan dengan informasi atau pengetahuan akan teks yang telah dimiliki sebelumnya. Keberadaan perangkat tablet yang mengadaptasi ‘clay tablet’ menjadi sangat fenomenal karena kemampuannya untuk menampung teks yang berlimpah. Keberlimpahan semacam ini terbukti karena teks yang terdapat di dalamnya tidak hanya terbentuk dari satu unsur seperti linguistik saja melainkan dari berbagai hal. Unsur pembentuk teks multimodal selain linguistik adalah visual, gestural, spatial dan audio[4] sehingga pembacaannya menjadi tidak linear melainkan non-linear—semua sekaligus.
            Oleh karena itu, ketika seorang pengguna suatu teknologi apa pun, khususnya para pengguna tablet, melek terhadap teknologi yang dipergunakannya maka dia menjadi seorang yang terpapar pada teks. Dengan demikian dia harus awas dan memiliki kefasihan terhadap teks yang diperolehnya melalui pengalaman yang terus menerus. Kemampuannya dalam memahami teks multimodal kemudian akan mendorongnya untuk memproduksi teks baru menggunakan perangkat teknologi yang dimilikinya.

Nenden Rikma Dewi
           


[1] Lihat Anne Cranny-Francis. 2005. Multimedia Texts and Contexts. London: Sage.
[2] Lihat Eleanor Robson dalam artikelnya yang berjudul “The Clay Tablet Book in Sumer, Assyria, and Babylonia dalam “A Companion History of Book” (2007).
[3] Reading in a Multimodal World: revisiting Theories and Processes” merupakan sebuah artikel yang disajikan pada Indonesia International Conference on Linguistics, Language Teaching, and Culture (2012)
[4] Bull dan Ansley (2010) dalam sajian makalah Dr Chan Yue Weng (2012).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar